Alhamdulillah, dalam beberapa hari ke de-pan, kita akan dipertemukan dengan bulan suci yang penuh berkah, bulan Ramadhan. Ia ada-lah bulan yang istimewa, dan sungguh meru-pakan nikmat yang sangat besar jika bisa ber-jumpa dengan bulan Ramadhan dan bisa me-makmurkannya dengan berbagai amal saleh demi mencapai ridha Alloh .
Ironis memang, memasuki bulan Ramadhan, kita akan menyaksikan fenomena memprihatin-kan yang terjadi di mayoritas masyarakat Mus-limin, dan tanpa mereka sadari bahwa aktivi-tas mereka itu merupakan bentuk penodaan terhadap kesucian bulan Ramadhan. Padahal mereka itu umumnya orang-orang yang berse-mangat dalam beribadah dan beramal sholeh, hanya saja karena syubhat dan kejahilan (keti-dakpahaman) terhadap syariat Islam yang men-jerumuskan mereka ke dalam bentuk-bentuk penyelisihan dan pelanggaran syariat, bahkan sampai pendholiman (kesyirikan) terhadap Alloh . Na’udzubillah
Oleh sebab itu, pada tulisan ini insyaAlloh kami mencoba mengangkat beberapa amalan yang menyelisihi ajaran Rosululloh tapi dianggap sebagai suatu amalan sunnah oleh kebanyakan kaum muslimin di bulan Rama-dhan,
- Nyadran, adalah budaya ziarah ke kuburan menjelang bulan Ramadhan dan setelah Ramadhan. Kegiatan dalam ziarah tersebut di antaranya adalah menyapu dan member-sihkan makam, memanjatkan doa permo-honan ampun, bertawashul dan tabur bunga. Di daerah jawa tengah biasanya orang yang nyadran membawa aneka makanan, seperti: tumpeng, ingkung (ayam yang dimasak utuh), apem, pisang raja, jajanan pasar dan kolak, ke lokasi pemakaman. Selain itu, me-reka juga membawa kemenyan serta ber-aneka macam bunga, seperti mawar, melati dan kenanga. Bahkan sebagian mereka ada yang berlebihan dengan beranggapan bahwa tidaklah sempurna ibadah puasa Ramadhan jika belum melaksanakan ziarah kubur.
Perbuatan nyadran ini tidak disyariat-kan bahkan melanggar ajaran Rasul , karena di dalamnya terdapat tawasshul dan ibadah lainnya yang tidak pernah dicontoh-kan oleh Nabi , tidak pernah dilaksanakan oleh para sahabat dan para imam madzhab yang 4 sekalipun. Rosululloh menganjur-kan ziarah qubur dengan tujuan agar meng-ingat kematian bukan meminta berkah atau bertawashul kepada si mayit, hal itu seba-gaimana penjelasan dari Rosululloh :
“Dahulu aku melarang kalian untuk berziarah kubur. Maka sekarang berziarahlah kalian, karena sesungguhnya hal itu mengingatkan kalian akan hari akhirat”. [HR. Muslim]
- Munggahan, mungkin istilah munggahan ini sudah tidak asing lagi bagi para pembaca khususnya bagi orang Sunda. Secara etimolo-gis munggahan berasal dari kata unggah (bahasa Sunda) yang memiliki arti ‘mancat’ atau memasuki tempat/bulan yang agak tinggi, sebab Ramadhan memiliki keting-gian nilai jika dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain.
Praktek tradisi munggahan pun beragam, ada yang “botram” (makan bersama-sama) di pegunungan, sawah atau bukit yang di-awali dengan ceramah dan do’a bersama. Ada juga yang melaksanakan kenduri di masjid atau surau yang dipimpin oleh kyai dalam berdoa dan bertawasshul kemudian diakhiri dengan makan-makan bersama. Tradisi tersebut oleh sebagian masyarakat muslimin acapkali dianggap sebagai bentuk atau wujud tasyakur dalam menyambut bu-lan suci Ramadhan dan sebagai indikasi bahwa mereka itu menghormati bulan Ra-madhan yang penuh keberkahan.
Amalan inipun telah menyelisihi syariat Islam. Dan mungkin perlu kita pahami bersa-ma bahwa penyelisihan itu terjadi bukan ka-rena berkumpul dan mengajinya, tetapi pe-nyelisihan itu karena “menentukan waktu tertentu dalam mengamalkan suatu ibadah tertentu”, kemudian amalan tersebut diang-gap sebagai suatu amalan Islami, padahal Islam tidak pernah menentukan dan meng-ajarkannya. Sabda Rasul : “Dan sejelek-jelek perkara adalah amalan-amalan yang baru, karena sesungguhnya setiap amalan yang baru itu bid’ah, dan setiap bid’ah itu adalah sesat.” (HR. Muslim)
- Padusan, yaitu mandi besar menjelang tang-gal satu Ramadhan sebagai syarat agar puasa-nya sempurna, bahkan di beberapa kampung ada yang mensyaratkan mandinya harus di “leuwi” (sungai yang airnya tenang) di-sertai wiridan dan bacaan tertentu.
Syarat ini tidak pernah disyariatkan oleh Islam, yang menjadi syarat puasa Ramadhan adalah niat dalam hati untuk berpuasa besok di malam sebelum berpuasa, adapun mandi besar untuk puasa Ramadhan tidak ada tun-tunannya dari Nabi kita .
Ketika petunjuk Rosul ditambah atau dikurangi berarti petunjuk Beliau telah dikhianati dan dibenci. Rosul bersabda:
))فمن رغب عن سنتي فليس مني((
“Barangsiapa yang membenci sunahku, maka dia bukan termasuk golongan umatku” (HR. Muslim)
- Melafadzkan niat berpuasa, biasanya diu-capkan secara berjamaah yang dipimpin oleh Imam setelah shalat tarawih, adapun lafadnya:
))نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَن أداءِ فرض رمضان هذه السنة لله تعالى((
“Niat saya berpuasa besok dalam rangka melaksanakan kewajiban bulan ramadhan tahun ini karena Alloh ta’ala”.
Amalan ini pun merupakan ibadah baru yang melanggar ajaran Nabi kita , karena Beliau , para sahabatnya dan semua ulama Ahlu Sunnah tidak pernah melafadkan niat, baik ketika hendak shalat atau puasa. Semua ulama madzhab termasuk Imam Syafi’i sen-diri sepakat bahwa niat tempatnya di hati, melafadkannya berarti telah membuat sya-riat baru. Sabda Rasul : “Sesungguhnya amal-amal perbuatan itu hanya tergantung kepada niat” (HR. Muslim)
- Perayaan Nuzulul Qur’an, biasanya diadakan setiap tanggal 17 ramadhan. Acara seremonial ini pun biasanya tak lepas dari dzikir dan doa bersama. Perayaan ini juga merupakan iba-dah baru yang harus kita jauhi, karena Rasul telah memperingatkan kepada kita: “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami ini yang bukan dari kami, maka dia tertolak” (HR. Muslim).
Sampai saat ini kita pun tidak tahu dari mana sumbernya mereka mengambil tang-gal 17 dan meyakininya sebagai hari diturun-kannya al-Quran. Padahal al-Quran itu sendiri telah memberitahukan kepada kita bahwa al-Quran turun di saat lailatul qodar (lihat surat al qodr tafsir ibnu katsir).
Dalam situs wikipedia dijelaskan bahwa awal diperingati Nuzulul Qur’an di Indo-nesia, yaitu ketika Presiden Soekarno men-dapat saran untuk memperingati Nuzulul Qur’an setiap tanggal 17 Ramadhan, karena sama dengan tanggal kemerdekaan RI dan sebagai rasa syukur. Wallohu’alam