Romlah binti Abu Sufyan dilahirkan 25 tahun sebelum hijrah atau kurang lebih 13 tahun sebelum Muhammad diangkat menjadi Rosul. Ayahnya adalah Shakhr bin Harb bin Umayyah yang dikenal sebagai Abu Sufyan. Ia adalah pembesar Quraisy yang terpandang pada masanya. Sedangkan ibunya bernama Shafiyah binti Abul Ash, bibi Utsman bin Affan.
Romlah tumbuh menjadi gadis cantik yang dikagumi pemuda-pemuda Quraisy. Salah satunya adalah Ubaydillah bin Jahsy, pemuda bangsawan Quraisy yang tekun mempelajari ajaran Nabi Isa dan selalu menyertai Waraqah bin Naufal, seorang pendeta nasrani. Ia melamar Romlah. Lamaran itu diterima dan tak lama kemudian mereka menikah.
Beberapa lama setelah pernikahan tersebut, Muhammad diangkat menjadi Rosul. Berita ini menyebar di kalangan masyarakat Quraisy. Ubaydillah menyambut seruan Rosululloh dan menyatakan keimanannya karena ia mendengar Waraqoh bin Naufal membenarkan kenabian Muhammad . Romlah pun mengikuti jejak suaminya, memeluk Islam.
Saat Romlah sedang mengandung, Rasululloh menyerukan kaum Muslimin untuk hijrah ke Habasyah. Maka berangkatlah Romlah dan suaminya menuju Habasyah. Romlah melahirkan Habibah, anaknya di Habasyah. Sejak itu ia lebih dikenal dengan sebutan Ummu Habibah.
Suatu malam, Ummu Habibah terbangun dari tidurnya. Ia bermimpi buruk tentang suaminya. “Aku melihat di dalam mimpi, suamiku Ubaidillah bin Jahsy dengan bentuk yang sangat buruk dan menakutkan. Maka aku terperanjat dan terbangun, kemudian aku memohon kepada Alloh dari hal itu. Ternyata tatkala pagi, suamiku telah memeluk agama Nasrani. Maka aku ceritakan mimpiku kepadanya namun dia tidak menggubrisnya,” ujarnya.
Pagi harinya, Ubaydillah bin Jahsy berkata, “Ummu Habibah, aku berpikir tentang agama, dan menurutku tidak ada agama yang lebih baik dari agama Nasrani. Aku memeluknya dulu. Kemudian aku bergabung dengan agama Muhammad, tetapi sekarang aku kembali memeluk Nasrani.”
Ummu Habibah berkata, “Demi Alloh, tidak ada kebaikan bersamamu!” tetapi ia tak menghiraukannya. Ubaydillah kemudian murtad dan mabuk-mabukan sampai akhir hayatnya.
Setelah Ubaydillah meninggal, Ummu Habibah bermimpi bekas suaminya itu mendatangi dan memanggilnya Ummul Mukminin. Ia terkejut dan menafsirkan bahwa Rasululloh akan menikahinya.
Setelah berpisah dengan suaminya, Ummu Habibah membesarkan anaknya sendirian di Habasyah. Peristiwa yang menimpa Ummu Habibah didengar oleh Rasulullah . Setelah masa iddahnya selesai, Rasululloh meminta bantuan Negus, penguasa Habasyah untuk melamarkan Ummu Habibah.
Setelah membaca surat dari Rasululloh , Negus mengutus Abrahah, seorang budak perempuannya untuk menjumpai Ummu Habibah. Ia menerima lamaran Rasululloh dengan mahar sebesar 400 dinar. Pernikahan itu terjadi sekitar tahun ketujuh Hijriyah.
Ketika mendengar tentang pernikahan anaknya dengan Rasulullah , Abu Sufyan berkata, “Muhammad adalah seorang yang mulia, Ummu Habibah adalah seorang yang kuat dalam keimanan terhadap Alloh dan Rasul-Nya.”
Setelah kemenangan kaum Muslimin dalam Perang Khaibar, rombongan muhajirin dari Habasyah termasuk Ummu Habibah kembali ke Madinah dan menetap bersama Rasulullah .
Ummu Habibah selalu tegas dan teguh berpegang kepada Islam termasuk dalam menghadapi Abu Sufyan, bapaknya. Salah satu ucapannya kepada Abu Sufyan adalah, “Ayahku adalah Islam. Aku tidak mempunyai ayah selainnya, selama mereka masih membanggakan Bani Qais atau Bani Tamim.”
Pada kesempatan lain, setelah perjanjian Hudaibiyah, Abu Sufyan datang ke Madinah menemui putrinya. Sang ayah ingin duduk di atas kasur Rasulullah , tapi Ummu Habibah menghalanginya.
“Wahai anakku, sungguh aku tidak mengerti kenapa engkau tidak suka aku duduk di atas kasur ini?” kata Abu Sufyan.
“Itu adalah kasur milik Rasululloh ,” jawabnya. “Sedangkan kau adalah seorang musyrik yang najis. Tentu saja aku tidak suka kau duduk di atas kasur Nabi .”
“Sungguh, kau benar wahai anakku,” kata Abu Sufyan sambil menahan amarah, lalu keluar.
Beberapa tahun setelah berkumpul dengan Ummu Habibah, Rasululloh wafat. Sepeninggal Rasululloh, dia benar-benar menyibukkan diri dengan beribadah dan berbuat kebaikan. Dia berpegang teguh pada nasihat Rasulullah dan senantiasa berusaha mempersatukan kaum Muslimin dengan segala kemampuannya sampai ia meninggal dunia pada tahun ke-46 Hijriyah.
Ummu Habibah meriwayatkan sekitar 65 hadits dari Rasulullah dan dari Zainab binti Jahsy. Beberapa orang juga meriwayatkan darinya seperti, Urwah bin Zubair, Zainab binti Abu Salamah, Shafiyah binti Syaibah, Syahar bin Hausyab, dan anak perempuannya; Habibah binti Ubaidillah bin Jahsy, dan saudara lelakinya; Muawiyah dan Atabah, keponakannya; Abdullah bin Atabah, dan yang lainnya.
Menjelang wafatnya, Aisyah berkata pada Ummu Habibah, “Terkadang di antara kita sebagai istri-istri Nabi ada suatu khilaf, semoga Alloh mengampuniku dan mengampunimu dari perbuatan atau sikap itu.”
Ummu Habibah membalas, “Engkau telah membahagiakan diriku, semoga Alloh juga membahagiakan dirimu.” □
Dari Berbagai Sumber