Pemimpin Libya Moammar Gaddafi menghadapi tantangan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya, selama empat dasawarsa ia memerintah negara yang kaya akan minyak di Afrika Utara itu, setelah protes anti-pemerintah berlangsung dan lebih dari 170 orang dilaporkan tewas.
Tokoh yang berkuasa hampir 42 tahun tersebut telah mengukuhkan dirinya sebagai pemain utama internasional yang tak bisa diabaikan oleh Barat. Sebagai kolonel muda, Gaddafi pada 1 September 1969 diberitakan memimpin kudeta yang menggulingkan Raja Idriss, yang mendapat dukungan Barat tapi sudah berusia lanjut. Ia dengan cepat membuat dirinya menjadi seorang pemimpin yang sulit ditebak dan tak mau tunduk.
Menurut laporan, ia dilahirkan di tenda suku Badui di gurun dekat Sirte pada 1942. Gaddafi dengan cepat menjauhkan diri dari Barat segera setelah ia memperoleh kekuasaan, dan menuduh Barat melancarkan "perang salib baru" melawan bangsa Arab.
Idolanya adalah presiden Mesir dan tokoh nasionalis Arab Gamal Abdel Nasser, dan ia juga menyatakan diri sebagai penggemar Mao Zedong, Josef Stalin dan bahkan Adolf Hitler. Libya selama beberapa dasawarsa dikaitkan dengan serangkaian serangan teror di seluruh dunia, dan Gaddafi juga dituduh memanfaatkan kekayaan minyak Libya untuk mendanai serta mempersenjatai kelompok gerilyawan di seluruh Afrika dan di luar benua tersebut.
Libya adalah penghasil minyak terbesar ketiga di Afrika, setelah Nigeria dan Angola. Libya, sempat tersisih di kancah internasional sebagai akibat dari pemboman pesawat di wilayah udara Lockerbie 1988.
Tapi hubungannya dengan dunia luar mulai mencair ketika Tripoli pada 2003 setuju untuk membayar ganti rugi kepada keluarga dari 270 orang yang tewas dalam peristiwa tersebut.
Gaddafi juga mencela aksi teror dan mengumumkan pada 2003 ia akan menghentikan upaya untuk memperoleh senjata pemusnah massal, sehingga menghasilkan pencabutan sanksi PBB.
PBB menjatuhkan sanksi atas Libya pada 1990-an untuk menekan negeri tersebut agar menyerahkan dua pria yang diduga terlibat dalam pemboman Lockerbie. Pengumuman Gaddafi tersebut juga secara dramatis memperbaiki hubungan Libya dengan Barat.
Pada September 2008, Menteri Luar Negeri AS saat itu Condoleezza Rice bahkan melakukan kunjungan ke negara yang pernah jadi "musuh bebuyutan" Amerika Serikat itu. Pada Februari 2009, Gaddafi terpilih sebagai pemimpin Uni Afrika (AU), setelah ia lelah memimpin persatuan Arab dan beberapa bulan setelah sukunya menobatkan dia sebagai "rajanya para raja".
Ia terkenal karena menerima para pemimpin dunia di tenda, dan bukan di gedung istana, dan seringkali mengenakan jubah lebar yang warna-warni, serta dikelilingi oleh sejumlah perempuan pengawalnya.
Negaranya telah sering menjadi pusat perhatian intenasional. Pada 2007, Tripoli membebaskan staf medis Bulgaria yang telah mendekam selama delapan tahun di dalam penjara karena diduga menularkan ratusan anak Libya dengan darah yang tercemar HIV.
Pada 2008, penyambutan kepulangan tersangka pembom Lockerbie Abdelbaset Ali Mohmet al-Megrahi, yang dibebaskan oleh pemerintah Scotlandia dengan alasan kemanusiaan, memicu kemarahan di Amerika Serikat.
Dan satu permintaan maaf kepada Libya pada tahun yang sama oleh Presiden Swiss Hans-Rudolf Merz sehubungan dengan penangkapan seorang putra Gaddafi, Hannibal, pada 2007, juga mengundang kecaman keras dari negara di pegunungan Alpen tersebut.
Pemimpin yang berkuasa paling lama di dunia Arab itu terus membuat gusar para pemimpin Arab dan Barat dengan pernyataan provokatif dan pembangkangannya, kendati ia tak mengatakan apa-apa secara terbuka sejak protes anti-pemerintahnya dimulai kurang dari satu pekan lalu.
Protes anti-pemerintah, menyebar kian dekat ke ibu kota Libya, Tripoli, Ahad (20/2), di tengah bentrokan baru di kota bergolak Benghazi. Sementara itu Human Rights Watch menyatakan organisasi hak asasi manusia tersebut mengkhawatir bencana melanda Libya, sementara lebih dari 170 orang telah tewas.
Saat korban jiwa bertambah, para pemimpin dunia diberitakan meningkatkan tekanan atas reaksi Gaddafi terhadap tantangan yang tak pernah ia hadapi sebelumnya selama empat dasawarsa ia memerintah negara Afrika Utara tersebut.
Sementara itu, dalam pukulan terhadap rezim Gaddafi, utusan Libya untuk Liga Arab mengumumkan ia meletakkan jabatan dan "bergabung dengan revolusi". "Saya telah mengajukan pengunduran diri saya sebagai protes terhadap tindakan penindasan dan kekerasan terhadap pengunjuk rasa (di Libya) dan saya bergabung dengan jajaran revolusi," kata Abdel Monein al-Honi
Di Libya, stasiun televisi resmi mengumumkan putra Gaddafi, Seif al-Islam, berpidato pada Ahad larut malam waktu setempat. Gaddafi sendiri (68) tak pernah mengeluarkan komentar terbuka sejak kerusuhan meletus pada Selasa (15/2).
Beberapa saksi mata mengatakan pasukan keamanan Libya bentrok dengan pemrotes anti-rezim Gadafi di kota Laut Tengah, Misrata, 200 kilometer dari Tripoli. Demonstran di sana diberitakan turun ke jalan untuk mendukung warga kota kedua Benghazi, 1.000 kilometer di sebelah timur Tripoli.
Di Benghazi, protes dilaporkan berlangsung guna menentang kekuasaan Gaddhafi, seperti yang terjadi di Bundaran At-Tahrir di Mesir –protes yang akhirnya membuat Presiden Hosni Mubarak mengundurkan diri.
Tekanan atas Gaddafi bertambah kuat, saat Amerika Serikat mengutuk penggunaan kekuatan di Libya dan menyeru Tripoli agar mengizinkan protes damai setelah beredar laporan mengenai ratusan korban jiwa.
Dan Menteri Luar Negeri Inggris William Hague dilaporkan akan mengangkat masalah penindasan di Libya dalam pembicaraan para menteri luar negeri Uni Eropa pekan ini, dan mendesak negara-negara Arab agar bicara. (Redaksi Hasmi/Republika).