TULUNGAGUNG – Ritual memandikan (jamas) Tombak Kiai Upas yang dianggap sebagai pusaka Kerajaan Mataram Islam diadakan di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Jumat (24/12/2010). Ritual yang mengandung unsur kesyirikan tersebut berlangsung rutin setiap minggu pertama penanggalan Suro.
Selain berkerumun guna menyaksikan prosesi jamasan dari jarak dekat, ratusan warga berharap bisa mendapatkan air bekas jamasan. Keyakinan akan berkah (tuah) air bekas cucian pusaka, membuat sebagian warga rela berdesak-desakan dan saling berebut. Mereka tidak lagi berpikir rasional jika air yang berwarna keruh kecoklatan tersebut mengandung racun warangan (arsenik) yang membahayakan jiwa.
Selain membasuhkan air jamasan pada bagian wajah agar bisa awet muda, atau menyiramkan pada bagian yang menderita penyakit, dengan tujuan lekas sembuh, tidak sedikit warga yang meminumnya. Tak heran, melalui loud speaker, panitia berteriak-teriak menyampaikan larangan keras agar jangan meminum air bekas jamasan. Kendati demikian, tidak semua warga mematuhi peringatan panitia. Mereka begitu yakin, dengan meminum air jamasan, hidup mereka akan lebih baik.
Ritual yang digelar rutin setiap bulan Suro ini berlangsung di pendopo Dalem Kanjengan, Kelurahan Kepatihan. Dalem Kanjengan merupakan tempat tinggal mendiang Raden Mas Pringgo Kusumo, Bupati Tulungagung ke X. Berdasarkan babad sejarah Tulungagung, sebelum bertempat tinggal di Pendopo Kongas Arum Kusumaning Bongso di sekitar lingkungan alun-alun Kota Tulungagung, Bupati Tulungagung menjalankan pemerintahanya dari Dalem Kanjengan.
Pusaka Kiai Upas yang berwujud tombak ini berkaitan erat dengan sejarah Kerajaan Mataram Islam. Kiai Upas merupakan pusaka milik Ki Ageng Mangir, menantu Raja Mataram yang menolak tunduk dengan kekuasaan (Mataram). Pemberontakan Mangir berhasil dipadamkan setelah Ki Ageng Mangir terbunuh. Tombak Kiai Upas sendiri dikuasai oleh Mataram. Oleh panitia kisah tombak kiai upas ini diceritakan ulang dalam setiap prosesi jamasan. (Redaksi HASMI/Okezone)