Rusakkah Puasa Kita??
Sungguh merupakan karunia dan rahmat Allah ta’ala yang besar pada kita ketika Allah panjangkan umur kita sampai pada bulan mulia ini, bulan ramadhan, bulan yang penuh berkah dan rahmat. Karena dengan hal tersebut berarti Allah memberikan kepada kita peluang besar untuk menggapai maghfirah (ampunan) dan surga-Nya. Serta peluang bagi kita untuk berusaha menyelamatkan kita dari neraka-Nya. Pada bulan ini di setiap malamnya Allah membebaskan sekian banyak orang yang mestinya menghuni neraka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari dibulan Ramadhan,dan setiap muslim apabila dia memanjatkan do’a maka pasti dikabulkan”
(HR. Al Bazaar sebagaimana dalam Mujma’ul Zawaid dan Al Haytsami)
Pada bulan ini Alloh ta’ala mewajibkan puasa kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Puasa yang merupakan salah satu rukun Islam, puasa merupakan ibadah yang sangat istimewa dimana Allah Ta’ala sendirilah yang akan membalas dan memberi pahala bagi pelakunya secara khusus. Allah Ta’ala merahasiakan pahala besar yang akan diraih seseorang jika ia dapat melaksanakan ibadah mulia ini dengan ikhlas karena Allah dan sesuai dengan tuntunan dan adab-adab puasa yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam riwayat Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Setiap amalan kebaikan anak Adam akan dilipatgandakan menjadi 10 hingga 700 kali dari kebaikan yang semisal. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (yang artinya), “Kecuali puasa, amalan tersebut untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya karena dia telah meninggalkan syahwat dan makanannya demi Aku.”
(HR. Muslim no. 1151)
Satu Amal sholih yang kita lakukan ada yang akan diganjar oleh Alloh subhanahu wata’ala dengan 10 kebaikan yang semisal, ada juga amal sholih yang akan diganjar oleh Alloh ta’ala dengan 700 kebaikan semisal, dan ada juga amal sholih yang akan diganjar oleh Alloh dengan pahala yang tidak terbatas.
Dan puasa adalah amal sholih yang pahalanya tidak terhingga.
Alloh ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya puasa itu unttukku dan akulah yang akan membalasnya.”
Ibnu Rojab rohimahulloh menjelaskan tentang hadits tersebut, beliau mengatakan: “Allah ‘Azza wa Jalla akan melipatgandakan pahala orang yang berpuasa hingga bilangan yang tak terhingga. Alasannya karena puasa itu mirip dengan sabar.
Mengenai ganjaran sabar Allah ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dibalas dengan pahala tanpa batas.”
(QS. Az Zumar [39]: 10).
Sabar ada tiga macam yaitu sabar dalam menjalani ketaatan, sabar dalam menjauhi larangan dan sabar dalam menghadapi takdir Allah yang terasa menyakitkan. Dan dalam puasa terdapat tiga jenis kesabaran ini.
Dan banyak lagi janji-janji pahala yang dijanjikan kepada orang-orang yang menunaikan ibadah yang istimewa ini. Akan tetapi, disamping memberi kabar gembira tentang pahala-pahala puasa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga mewanti-wanti kita agar jangan sampai melakukan hal-hal yang dapat mengurangi, merusak, bahkan bisa jadi melenyapkan pahala puasa itu.
Di bulan Ramadhan ini ada orang-orang yang menjalankan puasa dengan menahan lapar dan dahaga mulai dari fajar hingga terbenamnya matahari. Namun dia tidaklah mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga saja. Inilah yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang jujur lagi membawa berita yang benar,
“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.”
(HR. Ath Thobroniy dalam Al Kabir dan sanadnya tidak mengapa).
Mengapa amalan puasa orang tersebut tidak teranggap, padahal dia telah susah payah menahan dahaga mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari?
Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam telah memberitahukan kepada kita tentang hal-hal yang dapat merusak pahala puasa.
1. Berkata dan Perbuatan Dusta (az zuur)
Inilah perkataan yang membuat puasa seorang muslim bisa sia-sia, hanya merasakan lapar dan dahaga saja.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.”
(HR. Bukhari no. 1903).
az zuur adalah berkata dusta dan menfitnah (buhtan). Sedangkan mengamalkannya berarti melakukan perbuatan keji yang merupakan konsekuensinya yang telah Allah larang.
Sebagaimana yang kita maklumi bahwa perbuatan dusta adalah perbuatan haram, baik bagi orang yang berpuasa maupun yang sedang tidak berpuasa. Namun perbuatan haram yang satu ini semakin besar dampak negatifnya bagi orang yang berpuasa. Bayangkan, seseorang berjuang menahan lapar dan haus, dan meninggalkan syahwat (berhubungung suami-istri) sejak terbitnya fajar hingga tenggelam matahari, namun apa yang ia dapatkan? Bisa jadi ia tidak mendapatkan apapun kecuali lapar dan dahaga disebabkan kedustaan yang ia lakukan.
2. Berkata lagwu(sia-sia) dan rofats (kata-kata porno)
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
“Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa”.”
(HR. Ibnu Majah dan Hakim. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 1082 mengatakan bahwa hadits ini shohih)
“Lagwu adalah perkataan sia-sia dan semisalnya yang tidak berfaedah.” Sedangkan “ Rofats adalah ‘kiasan untuk hubungan badan atau istilah untuk setiap hal yang diinginkan laki-laki pada wanita’, atau kata-kata porno dan semua perkataan keji.”
Itulah di antara perkara yang bisa membuat amalan seseorang menjadi sia-sia. Betapa banyak orang yang masih melakukan seperti ini, begitu mudahnya mengeluarkan kata-kata kotor, dusta, sia-sia dan menggunjing orang lain.
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah menerangkan: Seorang yang berpuasa adalah orang yang anggota badanya berpuasa dari perbuatan-perbuatan dosa, lisannya berpuasa dari kata dusta, kata keji, dan ucapan palsu, perutnya berpuasa dari makanan dan minuman, kemaluannya berpuasa dari bersetubuh. Bila dia berbicara, tidak berbicara dengan sesuatu yang mencacat puasanya, bila berbuat, tidak berbuat dengan suatu perbuatan yang merusak puasanya, sehingga seluruh ucapannya keluar dalam keadaan baik dan manfaat.
3. Melakukan Berbagai Macam Maksiat
Hikmah syariat yang tertinggi yang berada dibalik perintah puasa adalah agar seseorang dengan ibadah puasanya ini dapat menjadi hamba Allah yang bertaqwa.
Allah Ta’alaberfirman (yang artinya),
“Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana puasa juga telah diwajibkan atas umat-umat sebelum kalian, agar kalian menjadi orang-orang yang bertaqwa”
(QS. Al Baqarah : 183)
Hakikat taqwa – sebagaimana disebutkan oleh para ulama- adalah melakukan semua yang dapat menjaga diri seseorang dari kemarahan dan siksaan Allah Ta’ala dengan cara menjalankan segala yang diperintahkan dan menjauhkan segala yang dilarang.
Oleh karena itu segala hal yang berseberangan dengan hakikat taqwa tentu dapat mengurangi bahkan bisa merusak pahala dan hikmah puasa itu. Jadi sangat disayangkan dan merugilah orang yang mampu berpuasa dengan menahan keinginan perutnya untuk tidak makan dan minum, namun anggota-anggota tubuhnya yang lain tidak dapat ia tahan untuk melakukan perbuatan-perbuatan maksiat.
Banyak sekali orang yang ketika berpuasa dan ketika menunggu waktu berbuka yang penuh berkah, mereka tidak melewatinya dengan beramal sholeh dan melakukan hal-hal yang bermanfaat, namun justru menghabiskannya dengan sekian banyak perbuatan maksiat, baik yang diucapkan oleh lisan, seperti menggunjing orang (ghibah), mengadu domba sesama muslim (namimah), mencaci-maki orang, dan semisalnya, atau yang didengar oleh telinga, seperti mendengarkan musik dan mendengarkan lagu-lagu yang diharamkan, atau yang dilihat oleh mata, seperti menonton acara-acara maksiat, yang menampakkan aurat wanita yang bukan mahram, film-film atau drama-drama percintaan dan ajakan berbuat keji, ataupun yang dilakukan oleh anggota tubuh yang lain, seperti berpacaran, duduk bareng dipinggir jalan bersama lawan jenis dan semisalnya yang mereka lakukan dalam kondisi mereka sedang berpuasa dan sedang menunggu waktu berbuka puasa
Ingatlah bahwa puasa bukanlah hanya menahan lapar dan dahaga saja, namun hendaknya seorang yang berpuasa juga menjauhi perbuatan yang haram. Perhatikanlah saudaraku petuah yang sangat bagus dari Ibnu Rojab Al Hambali berikut :
“Ketahuilah, amalan taqorub (mendekatkan diri) pada Allah Ta’ala dengan meninggalkan berbagai syahwat (yang sebenarnya mubah ketika di luar puasa seperti makan atau berhubungan badan dengan istri, pen) tidak akan sempurna hingga seseorang mendekatkan diri pada Allah dengan meninggalkan perkara yang Dia larang yaitu dusta, perbuatan zholim, permusuhan di antara manusia dalam masalah darah, harta dan kehormatan.”
(Latho’if Al Ma’arif, 1/168, Asy Syamilah)
Itulah sejelek-jelek puasa yaitu hanya menahan lapar dan dahaga saja, sedangkan maksiat masih terus dilakukan. Hendaknya seseorang menahan anggota badan lainnya dari berbuat maksiat. Ibnu Rojab mengatakan,
“Tingkatan puasa yang paling rendah hanya meninggalkan minum dan makan saja.”
Menengok kepada realita ibadah puasa yang dilakukan oleh manusia, Ibnu Qudamah membagi puasa menjadi tiga:
– Puasa orang awam, yaitu sekedar menahan perut dan kemaluan dari keinginannya.
– Puasa orang khusus, yaitu menahan pandangan, lisan, tangan, kaki, pendengaran, penglihatan dan seluruh anggota badan dari perbuatan-perbuatan dosa.
– Puasa orang yang lebih khusus, yaitu puasanya kalbu dari keinginan-keinginan yang hina, pemikiran-pemikiran yang menjauhkan dari Allah dan menahan kalbu dari selain Allah secara total.
[Mukhtashar Minhajul Qashidin:58]
Demikian yang terjadi pada pengamalan manusia terhadap ibadah puasa ini, tentu semestinya semua orang, baik yang awam atau yang berilmu agar menjadikan puasanya ini pada tingkatan yang tertinggi. Dan disinilah lahan untuk berpacu bagi semua orang yang berjalan menuju Allah dalam ibadah ini, semoga Allah memberikan taufiq-Nya kepada kita semua untuk berlomba-lomba dalam meraih yang terbaik.
Wallahu’alam..