Sengsara Dalam Kubangan Harta
Di antara penyakit kronis yang banyak menjangkiti masyarakat hari ini adalah sifat bakhil yang dituruti. Penyakit ini bukan hanya menyerang orang kaya saja, banyak orang miskinpun terjangkiti penyakit bakhil karena tipisnya keimananan dengan janji Alloh subhanahu wata’ala bagi orang yang dermawan. Mereka meyangka bahwa harta yang disedekahkan atau diinfakkan di jalan Alloh subhanahu wata’ala akan menjadikan mereka semakin miskin dan papa. Mereka juga seringkali lupa bahwa harta yang dimilikinya tidak lain adalah amanah dan titipan dari Alloh subhanahu wata’ala semata.
Jika kita perhatikan, sifat bakhil muncul karena kerakusan dan ketamakan terhadap harta dan kenikmatannya. Sifat bakhil senantiasa tumbuh subur di masyarakat materialistik yang cinta kepada dunia dan menjadikan dunia sebagai ukurannya. Sifat bakhil juga menjamur dalam paham kapitalisme yang tidak peduli dengan kemiskinan rakyat jelata. Banyak sekali fenomena kebakhilan yang muncul di dalam kehidupan kita sehari-hari. Di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Tidak menunaikan zakat harta
Orang muslim yang kaya di negeri kita tidak terhitung jumlahnya. Akan tetapi, dari sekian banyak orang kaya tersebut, sedikit sekali yang menunaikan zakat hartanya. Sebagian mereka tidak tahu. Sebagian lagi mengakali agar hartanya tidak terkena zakat, dan banyak orang yang tidak menunaikan zakat karena faktor kebakhilan. Padahal, zakat harta hanya setahun sekali ketika memenuhi nisab saja (sekitar 85 gram emas 24 karat). Itupun hanya 2,5% dari total harta. Jadi, sangat sedikit sekali jika dibandingkan dengan nilai pajak yang harus mereka bayar di negeri ini. Jika kita renungkan, sebenarnya agama Islam sangat toleran bagi pemilik harta. Hanya saja, kebakhilan yang diturutilah yang seringkali menjadikan banyak orang menahan zakat harta mereka.
Oleh karena itu, berhati-hatilah ketika kebakhilan menghalangi seseorang dari membayar zakat harta. Nabi shollallohu’alaihi wasallam bersabda:
« مَنْ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً ، فَلَمْ يُؤَدِّ زَكَاتَهُ مُثِّلَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ ، لَهُ زَبِيبَتَانِ ، يُطَوَّقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، ثُمَّ يَأْخُذُ بِلِهْزِمَتَيْهِ – يَعْنِى شِدْقَيْهِ – ثُمَّ يَقُولُ أَنَا مَالُكَ ، أَنَا كَنْزُكَ » ثُمَّ تَلاَ ( لاَ يَحْسِبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ ) الآيَةَ
“Barangsiapa diberi harta oleh Alloh, lalu dia tidak menunaikan kewajiban zakatnya, pada hari kiamat hartanya dijadikan untuknya menjadi seekor ular jantan aqro’ (yaitu ular yang kulit kepalanya rontok karena di kepalanya terkumpul banyak racun) serta berbusa dua sudut mulutnya. Ular itu akan dikalungkan di lehernya pada hari kiamat. Ular itu memegang (atau menggigit tangan pemilik harta yang tidak berzakat tersebut) dengan kedua sudut mulutnya, lalu ular itu berkata,’Saya adalah hartamu, Saya adalah simpananmu dulu’. Kemudian beliau shollallohu’alaihi wasallam membaca firman Alloh ta’ala QS. Ali Imran ayat 180, ’Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil menyangka…dst’.”
(HR Bukhari II/508 no. 1338)
2. Suami yang pelit menafkahi keluarganya
Di antara kewajiban suami di dalam Islam adalah memberikan nafkah yang cukup untuk keluarga. Nafkah keluarga mencakup nafkah lahir dan batin. Adapun yang dimaksud nafkah dalam pembahasan ini adalah nafkah lahir yang berupa tunjangan hidup yang layak untuk keluarganya. Seringkali kita dapati seorang suami pelit dalam menafkahi keluarganya. Mereka biarkan istrinya kesulitan berbelanja untuk kebutuhan pokok sementara ia menuntut kenikmatan lebih dalam menu sehari-hari. Terkadang ia dengan lahapnya makan di berbagai restoran mewah sementara ia biarkan keluarganya hanya menyantap nasi dan sambel saja. Bukannya ia tidak punya uang, namun sengaja ia tahan uang belanja karena bakhil terhadap harta. Ia juga rela membiarkan anak-anaknya terkatung-katung tidak mengenyam pendidikan islami sementara dia mampu untuk membiayai pendidikannya.
Jika seorang istri mendapati suaminya bakhil sehingga mengabaikan nafkah keluarganya, maka tidak mengapa bagi istri mengambil harta suami tanpa seizinnya. Hal tersebut dibolehkan sebatas untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya; tidak boleh lebih dari batas itu. Hal ini sebagaimana hadis yang diriwayatkan Imam Bukhori dari Aisyah rodhiyallohu’anha berikut ini:
قَالَتْ هِنْدٌ أُمُّ مُعَاوِيَةَ لِرَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ أَبَا سُفْيَانَ رَجُلٌ شَحِيحٌ فَهَلْ عَلَيَّ جُنَاحٌ أَنْ آخُذَ مِنْ مَالِهِ سِرًّا قَالَ خُذِي أَنْتِ وَبَنُوكِ مَا يَكْفِيكِ بِالْمَعْرُوفِ.
“Hindun (Ibu dari Muawiyah bin Abi Sufyan) berkata, “Sesungguhnya Abu Sufyan adalah suami yang pelit terhadap nafkah keluarganya, Apakah berdosa bagiku jika aku mengambil hartanya tanpa sepengetahuannya?” Nabi shollallohu’alaihi wasallam bersabda, “ Ambilah dengan wajar harta yang mencukupi untuk dirimu dan anak-anakmu”
3. Menahan infak dan sedekah padahal punya kelebihan harta
Di antara bentuk kebakhilan yang membinasakan adalah menahan infak dan sedekah dari harta lebih yang diberikan Alloh subhanahu wata’ala padanya. Betapa sering kita lihat orang sangat antusias membeli rokok berbungkus-bungkus, ringan mengeluarkan uang untuk pergi ke diskotik, jor-joran mendanai pertunjukan musik, namun ketika diseru berinfak di jalan Alloh subhanahu wata’ala, mereka sangat malas dalam berinfak. Perilaku tersebut merupakan bentuk kebakhilan terhadap karunia Alloh.
Berkaitan dengan hal ini, Alloh subhanahu wata’ala berfirman:
“Ingatlah, kalian adalah orang-orang yang diajak untuk menafkahkan harta kalian dijalan Alloh. Maka di antara kalian ada yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Alloh Maha Kaya sedangkan kalian adalah orang-orang yang fakir. Jika kalian berpaling niscaya Alloh akan mengganti kalian dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kalian ini.
(QS. Muhammad [47:38])
Jika kita urai, tentu masih banyak realita kebakhilan dalam kehidupan kita. Mari kita kita tepis kebakhilan dalam diri kita. Kita bina diri kita menjadi hamba-hamba yang dermawan. Tidak meski menunggu kaya baru berderma. Berdermalah meskipun dengan sedikit harta. Semoga Alloh subhanahu wata’ala mudahkan untuk kita.
Kebakhilan yang Membinasakan
Dahulu di dekat kota Sana’a-Yaman, ada sebuah kebun yang dikenal dengan sebutan kebun Dhirwan (tafsir al Baghowi) milik seorang yang sholih dan dermawan. Kebun tersebut sangat subur dan dipenuhi buah kurma yang ranum dan menggoda selera yang memandangnya. Setiap orang yang lewat dipersilahkan untuk menikmati buahnya. Ia tidak biarkan orang sekedar ngiler melihatnya. Buah kurma yang berjatuhan pun senantiasa disedekahkan untuk faqir dan miskin. Mereka sangat leluasa menikmati buahnya ketika musim panen tiba. Benar-benar sebuah kebun yang membawa keberkahan bagi sekitarnya.
Sepeninggal lelaki sholih itu, kebun tersebut diwarisi oleh ketiga orang anaknya. Kesholihan memang tidak bisa diwariskan sebagaimana harta. Mereka berfikir bahwa tidak mungkin bagi mereka membagi harta kepada faqir-miskin sebagaimana yang dilakukan oleh bapak mereka dahulu. Mereka berdalih bahwa harta yang mereka warisi tidak sebanyak harta milik bapaknya. Kebakhilan terhadap harta telah menjangkiti hati mereka. Ketakutan akan kemiskinan saat bersedekah menghantui masa depan mereka. Hingga akhirnya mereka bersumpah memanen kurma di malam hari sebelum faqir miskin berdatangan di pagi hari. Tujuan mereka adalah agar kurma tersebut tidak sedikitpun dinikmati oleh faqir dan miskin. Allohul Musta’an.
Sekonyong-konyong mata mereka terbelalak; jiwa mereka terkaget ketika sampai di kebun mereka.Ternyata Alloh telah menghanguskan kebun ranum beserta tanah mereka. Harapan panen raya pun putus seketika. Impian menjadi kaya juga pupus akibat kebakhilan terhadap harta yang Alloh berikan kepada mereka. Bukan kebahagiaan yang mereka raih dalam limpahan harta, namun kesedihan dan kesengsaraan. Aduhai betapa banyak orang-orang yang sengsara dalam kubangan harta karena kebakhilannya.
Begitulah kisah yang Alloh abadikan dalam surat Al-Qolam ayat 17-33 untuk menjadi ibroh bagi kita yang bakhil terhadap harta. Bukan hanya mereka yang binasa, sebelum mereka seperti Qorun dan pemilik dua kebun (di dalam surat Al Kahfi) yang bakhil dan sombong terhadap harta, juga telah Alloh musnahkan. Apalah artinya harta ketika datang kematian atau azab dari Alloh. Semuanya tak berguna meskipun melimpah bagaikan air di dalam samudera.
Berbagi Itu Sangat Indah
Berbagi itu sangat indah, menyenangkan, membahagiakan, dan meringankan. Akan tetapi seringkali kita justru enggan saat berlimang dalam kubangan harta. Oleh karena itu, sadarilah bahwa ada hak sesama di setiap harta yang Alloh titipkan kepada kita. Sadarilah bahwa harta sejati adalah harta yang kita dermakan di jalan Alloh. Jangan sampai kebakhilan memenuhi diri kita. Jangan biarkan cinta dunia memenuhi rongga dada kita. Terus belajar berbagi meski tertatih-tatih. Berbagilah, karena berbagi itu sangat indah.
Wallohu a’lam.
Oleh: Abu Azzam Hawari, Lc. M.E.I.