إِنَّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا .
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ ، وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
Kaum muslimin rahimakumullah…
Allah berfirman :
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan ….” (QS. An-Nisa’ [4]:125).
Ayat ini mengandung tuntunan yang sangat mulia. Dengan ayat ini Allah menjelaskan sifat yang harus dimiliki oleh seorang mu’min, yaitu mewujudkan ketundukan kepada-Nya dengan menerima sepenuhnya semua petunjuk berupa syariah agama-Nya yang telah Dia wahyukan kepada Rasulullah dalam Al-Qur’an. Rasulullah telah diperintahkan untuk menyampaikan dan menjelaskan kepada umatnya, dan beliau telah menunaikan tugas nan agung dan mulia ini dengan tuntas, tanpa ada sedikitpun yang terlupakan. Pemahaman dan penerapan terhadap detail tuntunan syariah Islam telah disampaikan dengan begitu sempurna melalui hadits-hadits beliau. Sehingga dengan demikian, kedudukan Al-Qur’an dan Al-Hadits di dalam Islam adalah satu-satunya sumber yang benar dalam hukum dan pemahaman.
Dalam menerima dan memahami Al-Qur’an dan Al-Hadits, ada dua sikap yang harus dimiliki oleh seorang mu’min, yaitu :
Pertama; At-Taslim (menerima sepenuhnya) dan At-Ta’zhim (mengagungkannya).
Yang dimaksud dengan at-taslim adalah penerimaan seorang mu’min secara sempurna dan totalitas, yang diwujudkan dengan ketundukkan hati dan seluruh anggota tubuh, taat dan patuh kepada Allah , serta berpegang teguh kepada syariah dan tuntunan Rasulullah . Sedangkan at-ta’zhim adalah mengagungkan dan memuliakan Al-Qur’an dan Al-Hadits lebih dari selainnya, karena kedudukan keduanya sangatlah berbeda dengan perkataan dan ucapan siapapun. Tidak ada yang setara, sebanding dan menyamai apalagi melebihi keagungan keduanya.
Dengan sikap ini, seorang mu’min tidaklah pantas membenturkan akal fikiran dan pendapat siapapun dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Mempertentangkan keduanya dengan akal fikiran akan mengarah pada pengingkaran. Kecenderungan nafsu dan syahwat pribadi tidaklah layak dijadikan panutan. Ucapan-ucapan tokoh terkemuka dan karya-karya monumental siapapun di dunia ini tidaklah boleh dijadikan pedoman ketika bertentangan dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Seorang mu’min yang memiliki sikap ini pada dasarnya adalah sang pemilik qalbun salim (hati yang bersih). Orang yang menghadap Allah dengan sikap seperti inilah yang akan selamat pada hari kiamat nanti. Dalam kehidupan di dunia ini, ia telah membuktikan keimanannya dengan ketundukan yang sempurna. Segenap anggota tubuhnya kelak akan menjadi saksi baginya di akhirat, saat semua manusia dimintakan pertanggungjawaban di padang Mahsyar atas amal perbuatan masing-masing.
Allah berfirman :
“(Yaitu) hari ketika harta dan anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Asy-Syu’ara [26]: 88-89).
Kedua; Beriman dengan seluruh ayat Al-Qur’an dan Al-Hadits yang shahih dari Rasulullah .
Seorang mu’min akan menerima segala yang datang dari Al-Qur’an dan Al-Hadits yang shahih tanpa bertanya apakah keduanya telah sesuai dengan logika atau tidak. Sebab, yang menjadi standar mengukur segala sesuatu adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits, bukan logika apalagi perasaan manusia. Apabila ada nash yang menurut mereka bertentangan dengan akal dan logika, maka yang mereka tuduh dan persalahkan adalah cara berfikir logika mereka sendiri, bukan nash Al-Qur’an dan Al-Hadits yang mulia.
Mereka sangat ingin mewujudkan perintah Allah sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah; 208 :
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam keseluruhannya….” (QS. Al-Baqarah [2]: 208).
Wujud keimanan seorang mu’min sangat jauh berbeda bahkan bertolak belakang dengan kekufuran para ahli kitab Yahudi dan Nashrani yang telah tersesat karena kekufuran mereka, dimana mereka beriman hanya pada sebagian ayat-ayat Allah, dan mengingkari sebagian lainnya. Orang-orang Yahudi dan Nashrani, terutama para tokoh pemimpin mereka, sangat mengetahui kebenaran ajaran yang dibawa oleh Rasulullah . Mereka sangat memahami bahwa Islam adalah agama yang benar yang datang dari Allah , akan tetapi mereka menutupi kebenaran itu dengan berjuta alasan dan aneka macam argumen yang semuanya bersumber dari hawa nafsu dan kesombongan.
Seorang mu’min bukanlah orang yang sombong dan takabbur, yang hanya menerima kebenaran apabila sesuai dengan logika berfikirnya, atau sejalan dengan kecenderungan syahwat pribadinya. Mereka beriman dengan sepenuhnya bahwa petunjuk Allah dan Rasul-Nya di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits adalah pembawa kebahagiaan sejati. Mengingkarinya berarti sebuah kesesatan pembawa kesengsaraan.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْﺁن الْعَظِيْمِ وَ نَفَعَنِي وَ إِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلاۤيَاتِ وَ الذِّكْرِ الْحَكِيْمِ .أَقُوْلُ قَوْلِي هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَ لِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
KHUTBAH II
إِنَّ الْحَمْدَ ِللهِ، نَحْمَدَهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئاَتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
Kaum muslimin rahimakumullah…
Sikap sebagaimana yang dijelaskan pada khutbah pertama tadi telah diterapkan oleh para sahabat . Ketika sebuah ayat turun yang mengandung perintah atau larangan, mereka tidak pernah meresponnya dengan kalimat-kalimat pengingkaran; mengapa begitu..? atau bagaimana mungkin..? dan yang semisalnya. Semoga kita dapat mengikuti jejak langkah para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam memahami dan menerapkan agama Islam.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍّ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ فِي الْعَالَمِيْنَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي اْلأُمُوْرِ، وَنَسْأَلُكَ عَزِيْمَةَ الرُّشْدِ، وَنَسْأَلُكَ شُكْرَ نِعْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي اْلأُمُوْرِكُلَّهَا وَأَجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ اْلآخِرَةِ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لََعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.