Hukum Berpuasa Bagi
Wanita Hamil Dan Menyusui
Diantara masalah fikih seputar puasa yang sering ditanyakan adalah tentang hukum wanita hamil atau menyusui dalam berpuasa.
Sebelumnya perlu disampaikan dengan tujuan meluruskan pemahaman yang kurang tepat dari sebagian wanita, yaitu para wanita mengira bahwa ketika ia sedang hamil atau menyusui harus tidak berpuasa. Bahkan ada yang beranggapan bahwa dirinya sama sekali tidak boleh berpuasa, padahal tidak demikian, seorang wanita yang hamil atau menyusui sejatinya masih diperbolehkan melaksanakan puasa.
Baru kemudian jika ia tidak mampu atau ada kekhawatiran terhadap dirinya atau anaknya diberikan keringanan kepadanya untuk tidak berpuasa dan berlaku hukum tertentu pada dirinya. Karena kondisi seseorang itu berbeda beda, usia kehamilan atau usia menyusui itu dari bulan ke bulan berikutnya juga berbeda-beda, tidak selamanya lemah dan tidak selamanya kuat, sehingga alangkah baiknya jika masih mampu atau kuat dan juga tidak ada kekhawatiran terhadap anaknya maka ia tetap berusaha untuk berpuasa dalam rangka meraih banyak keutamaan dan menenunaikan beban kewajiban pada dirinya. Hal ini sama seperti kondisi orang yang sedang sakit atau sedang dalam perjalanan.
Pendapat Ulama Fikih Mutaqoddimin (Datang Di Generasi Awal) Tentang Wanita Hamil Atau Menyusui
Imam An-Nawawi Asy-Syafii rohimahulloh telah menyebutkan masalah ini dalam kitabnya Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab dan Syarah Shahih Muslim.
Madzhab syafii berpendapat, bagi wanita hamil atau menyusui apabila khawatir terhadap dirinya saja atau khawatir terhadap dirinya dan anaknya maka boleh tidak berpuasa akan tetapi harus menqadha’ tanpa membayar fidyah.
Dan pendapat ini juga merupakan pendapat ulama lainnya. Jadi, jika ia khawatir dengan dirinya saja atau khawatir dengan dirinya dan anaknya maka ia boleh berbuka dan mengqadha’ (tanpa ada fidyah baginya)
Sedangkan jika ia khawatir terhadap anaknya saja maka ia berbuka, wajib mengqadha’ serta membayar fidyah dengan memberikan satu porsi makanan kepada fakir miskin setiap ia meninggalkan puasa (jika ia tidak mampu membayar fidyah saat itu juga maka diperbolehkan menangguhkannya sampai ia mampu), dan ini pendapat yang dianggap paling shahih dalam madzhab syafii.
Imam Ibnu Qudamah Al-Hambali rahimahullah berkata:
وَجُمْلَةُ ذَلِكَ أَنَّ الْحَامِلَ وَالْمُرْضِعَ، إذَا خَافَتَا عَلَى أَنْفُسِهِمَا، فَلَهُمَا الْفِطْرُ، وَعَلَيْهِمَا الْقَضَاءُ فَحَسْبُ. لَا نَعْلَمُ فِيهِ بَيْنَ أَهْلِ الْعِلْمِ اخْتِلَافًا؛ لِأَنَّهُمَا بِمَنْزِلَةِ الْمَرِيضِ الْخَائِفِ عَلَى نَفْسِهِ. وَإِنْ خَافَتَا عَلَى وَلَدَيْهِمَا أَفْطَرَتَا، وَعَلَيْهِمَا الْقَضَاءُ وَإِطْعَامُ مِسْكِينٍ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ. وَهَذَا يُرْوَى عَنْ ابْنِ عُمَرَ. وَهُوَ الْمَشْهُورُ مِنْ مَذْهَبِ الشَّافِعِيِّ
“Bagi wanita hamil dan menyusui apabila khawatir terhadap dirinya saja maka boleh berbuka dan harus mengqadha’. Tidak ada perbedaan pendapat tentang masalah ini karena posisinya seperti orang sakit yang mengkhawatirkan dirinya. Sedangkan apabila khawatir dengan anaknya saja maka ia berbuka, mengqadha’ dan membayar fidyah setiap ia meninggalkan puasa. Pendapat ini berasal dari sahabat Ibnu umar radhiyallahu anhu dan yang masyhur dalam madzhab syafii. (Lihat Kitab Al-Mughni Bab Puasa).
Perbedaan Ulama Dalam Masalah Ini
Secara umum dalam masalah wanita hamil atau menyusui yang tidak berpuasa karena takut dan khawatir terhadap anaknya saja terdapat beberapa pendapat:
Pertama: Ia hanya membayar fidyah dan tidak perlu mengqadha’. Ini pendapat sahabat Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Said bin Jubair rodhiyallohu’anhum.
Kedua: Ia mengqadha’ dan tidak perlu membayar fidyah sebagaimana orang yang sakit. Ini pendapat Imam Atha’ bin Abi Robah, Al-Hasan, Adh-dhahhak, An-Nakhai’i, Az-Zuhri, Rabi’ah, Al-Auza’i, Abu Hanifah, Ats-Tsauri, Abu Ubaid, Abu Tsaur, Ashabur Ra’yi, Ibnul Mundzir rohimahumulloh.
Ketiga: Mengqadha’ dan membayar fidyah. Ini pendapat Imam Asy-Syafii dan Ahmad rohimahumulloh.
Keempat: Untuk wanita hamil hanya mengqdha’ dan tidak ada fidyah, sedangkan wanita menyusui harus mengqadha’ dan membayar fidyah. Ini adalah pendapat Imam Malik rahimahullah sebagaimana disebutkan oleh Imam Mujahid rohimahulloh.
Pendapat Ulama Fikih Kontemporer Tentang Wanita Hamil Atau Menyusui Dalam Berpuasa
Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin rohimahulloh berkata: “Jika wanita yang hamil khawatir atas dirinya walaupun dia tidak sakit, demikian pula wanita yang sedang menyusui, maka boleh bagi mereka berdua untuk berbuka, dan keduanya wajib mengqadha’. Jika khawatir atas bayinya saja maka keduanya wajib mengqadha’ dan memberi makan (fidyah). Adapun wajib qadha’ karena mereka berdua berbuka. Dan adapun wajib memberi makan karena keduanya berbuka untuk kepentingan selain mereka berdua (bayi mereka) maka keduanya wajib mrmbayar fidyah. ” (Lihat Kitab Shahih Fikih Wanita Bab Puasa)
Dalam Kitab Al-Fiqh Al-Muyassar yang disusun oleh Syaikh Prof. DR. Abdul Aziz Al-Ahmadi, Syaikh Prof. DR. Abdul Karim Al-Amri, Syaikh Prof. DR. Abdullah Asy-Syarif dan Syaikh Prof. DR. Faihan Al-Muthairi, di baca ulang oleh Syaikh Prof. DR. Ali Al-Faqihi, diberi pengantar oleh syaikh Shalih Alu Asy-Syaikh disebutkan: “Wanita hamil dan menyusui harus mengqadha’ puasa pada hari-hari di luar bulan puasa, dan itu manakala mereka mengkhawatirkan diri mereka saja atau dirinya dan anaknya. Tetapi bila wanita hamil mengkhawatirkan janinnya saja atau wanita menyusui mengkhawatirkan anak susuannya saja maka disamping mengqadha’ juga harus memberi makan seorang miskin sebagai ganti puasa setiap harinya” berdasarkan ucapan sahabat Ibnu Abbas rodhiyallohu’anhu:
والمرضع والحبلى إذا خافتا على أولادهما أفطرتا وأطعمتا
“Wanita menyusui dan hamil bila mengkhawatirkan anak-anak keduanya, maka keduanya boleh tidak berpuasa dan harus memberi makan fakir miskin. ”
(HR. Abu Daud, Hadits Shahih)
Akan tetapi sebagian kecil ulama kontemporer seperti syaikh Abu Malik Kamal bin Sayid Salim rohimahulloh dalam kitabnya shahih fikih sunnah dan syaikh Abdul Adzim bin Badawi Al-Khalafi rohimahulloh dalam kitabnya Al-Wajiz menjadikan perkataan Ibnu Abbas rodhiyallohu’anhu di atas sebagai dalil bahwa wanita hamil atau menyusui yang khawatir atas anaknya cukup membayar fidyah dan tidak ada qadha’ baginya. Namun pendapat yang yang lebih kuat adalah pendapat mayoritas ulama mutaqoddimin (klasik) dan kontemporer yaitu bagi wanita hamil atau menyusui yang khawatir atas anaknya saja harus mengqadha’ serta mengeluarkan fidyah. Wallahu a’lam
Semoga bermanfaat
Ust. Abul Fata Miftah Murod, Lc., S.Ud.