REKAM JEJAK PERPECAHAN UMAT (Oleh : Dr. Rahendra Maya, S.Th.I., M.Pd.I.)

REKAM JEJAK PERPECAHAN UMAT

Oleh : Dr. Rahendra Maya, S.Th.I., M.Pd.I.

Penyimpangan dan perselisihan dalam kehidupan umat manusia tidak muncul begitu saja dan tidak terjadi secara tiba-tiba, serta tidak serentak ada dalam waktu dan tempat yang bersamaan. Namun muncul dalam rentang waktu yang panjang, proses sejarah yang lama, melalui gejolak peristiwa yang beraneka ragam dan di tempat yang bahkan saling berjauhan.

Awal Kerusakan Manusia

Dalam sejarah kehidupan umat manusia, penyimpangan dan perpecahan dimulai oleh kerusakan fitrah mayoritas manusia dikarenakan perpaduan harmonis “dua kekuatan perusak (destruktif)”, yaitu nafsu syahwat umat manusia sendiri yang merupakan insting bawaan (ghorīzoh), dan juga karena makar setan yang gemar “menghiasi” amal buruk manusia sebagai sesuatu yang tampak bagus dan indah. Maka manusia pun “menjadi makhluk yang paling banyak membantah” dan “bertahan dengan kebatilannya”, karena fitrahnya rusak, mata hatinya menjadi buta dan akal sehatnya menjadi gelap lagi sesat.

Setelah generasi umat secara estafeta datang silih berganti, maka generasi yang muncul selanjutnya adalah generasi yang mengalami berbagai kerusakan dan kelemahan. Yaitu generasi yang rusak dan lemah dalam kemauan dan cita- citanya, yang dominan malah gejolak syahwatnya yang tampak membuncah. Timbullah berbagai syubhat, hati mulai mengeras, teladan sangat minim, sunnah memudar, bid’ah merajalela dan makin leluasa berkeliaran, serta yang benar bercampur dengan kebatilan. Kitab-kitab suci dan atsar nabawiyyah tercampakkan dan tergantikan oleh beragam filsafat paganisme, keutamaan berfikir jernih dalam bingkai keimanan pun terkalahkan oleh kekuatan nalar logika yang menipu namun dikultuskan. Akhirnya, umat yang dahulunya bersatu di atas kebenaran, menjadi berselisih, menyimpang dan berpecah belah.

Alloh Subhanahuwata’ala berfirman: “Kemudian mereka (pengikut- pengikut Rosul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap- tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing).” (QS. al-Mu’minun [23]: 53)

Perpecahan dalam Islam

Bukan hanya pada umat manusia secara umum, kerusakan pun terjadi dan “selalu menghantui” umat Islam, dimanapun mereka berada dan berlaku sampai kapanpun. Selain karena latar belakang dan faktor penyebab tersebut di atas, juga karena makar jahat dan sepak terjang licik Ibnu Sauda’ alias si Anak Hitam, ‘Abdulloh bin Saba’ al-Yahudi, yang oleh para ulama, pakar sejarah dan cendekiawan dianggap sebagai “penyulut api fitnah” dan “penyemai benih-benih perpecahan” dalam Islam. Hal ini tentunya dengan tidak melupakan faktor internal yang “dimiliki” oleh umat Islam sendiri, yaitu karena mereka meninggalkan ajaran agamanya dan karena memperturutkan hawa nafsu mereka. Namun yang juga harus dipahami, bahwa perpecahan adalah sebuah sunnatullah atau realitas kehidupan (kaunī) yang harus “disikapi” dan “dihadapi”, di samping secara syar’i kitapun dituntut untuk tetap “bersatu padu”, yaitu bersatu di atas kebenaran dan berpadu dalam barisan pembela kebenaran.

Alloh Subhanahuwata’ala berfirman:“Jikalau Robbmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang- orang yang diberi rahmat oleh Robbmu. Dan untuk itulah Alloh menciptakan mereka. Kalimat Robbmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: Sesungguhnya aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.” (QS. Hud [11]: 118-119)

Rosululloh Shollallohu’alaihiwasallam bersabda: “Sesungguhnya para penganut kedua Kitab (Yahudi dan Nashrani) berpecah belah dalam agama mereka menjadi 72 sekte keagamaan. Dan sungguh umat inipun (Islam) akan terpecah menjadi 73 sekte; semuanya masuk neraka kecuali satu golongan, yaitu al-Jama’ah (yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah).” (HR. Abu Dawud dan Ahmad, dishohihkan al-Albani)

Menurut Qotadah Rohimahulloh, satu golongan yang selamat dan mendapat rahmat Alloh Subhanahuwata’ala tersebut adalah golongan yang bersatu padu, walaupun negeri dan bangsa mereka berjauhan. Sedangkan golongan yang mendurhakai-Nya adalah golongan yang menggemari perpecahan, walaupun mereka mendiami negeri dan bangsa yang sama.

Dampak Perpecahan dalam Islam

Singkat cerita, setelah berlangsungnya konspirasi busuk yang berujung pada terjadinya pembunuhan keji terhadap sahabat mulia ‘Utsman bin ‘Affan kemudianberlangsungnya peristiwa arbitrase (tahkīm) atau perjanjian damai antara sahabat mulia ‘Ali bin Abi Tholib Rodhiyallohu’anhu dan sahabat mulia Mu’awiyyah bin Abi Shufyan, munculnya sekte sesat (firqoh dhollah) pertama dalam Islam, yaitu Khowarij; yang mengkafirkan (takfīr) kedua belah pihak yang mengadakan tahkīm tersebut, dengan dalih sesat bahwa keduanya telah berhukum dengan hukum manusia, bukan dengan hukum Alloh Subhanahuwata’ala, dan berkeyakinan bahwa pelaku dosa besar adalah orang yang kafir. Selanjutnya muncul sekte Syi’ah Rofidhoh yang memiliki klaim dusta lagi sesat, yaitu mengaku sebagai pencinta sahabat ‘Ali Rodhiyallohu’anhu dan Ahlu Baitnya. Bahkan di antara mereka ada yang mengkultuskannya dan ada pula yang sampai pada puncak kesesatan menjadikan sahabat ‘Ali Rodhiyallohu’anhu sebagai Tuhan.

Seakan pintu kesesatan mulai terbuka dan tirai kebatilan tersingkap, berikutnya muncul sekte yang ingkar terhadap takdir Alloh Subhanahuwata’ala, yang digagas oleh tokoh sesat bernama Ma’bad al- Juhni. Sekte sesat ini muncul ke panggung sejarah pada akhir abad pertama sebagai Qodariyyah. Masih di abad yang sama, mucul pula sekte sesat yang meng-counter atau membantah firqoh Khowarij, namun dengan landasan bid’ah pula, yaitu Murji’ah. Kemudian berturut- turut seakan-akan tidak mau “ketinggalan kereta”, muncul Ahlu ta’thīl yang meniadakan nama-nama dan sifat-sifat Alloh yang digagas oleh dua tokoh sesat, yaitu Ja’d bin Dirham dan Jahm bin Shofwan. Lalu disusul oleh sekte sesat yang berkeyakinan bahwa kehendak (irodah) Alloh Subhanahuwata’ala, bersifat mutlak sehingga manusia tidak memiliki irodah sama sekali; mereka dikenal sebagai Jabariyyah. Hingga pada akhirnya muncul pula sekte yang dikenal sebagai Mu’tazilah yang mengusung jargon fī manzilah baina manzilatain, bahwa pelaku dosa besar berada di antara dua kedudukan, tidak Muslim dan bukan pula kafir; awalnya digagas oleh tokoh sesat bernama Washil bin ‘Atha’.

Demikian seterusnya firqoh dhollah semakin bertambah ramai dan semarak, terlebih setelah diterjemahkannya buku- buku filsafat Yunani, jauhnya kaum Muslimin dari Sunnah Rosululloh Shollallohu’alaiwasallam dan menjalarnya hawa nafsu bagaikan penyakit rabies yang semakin kronis dan akut. Semoga Alloh Subhanahuwata’ala, menyelamatkan kita semua dari kesesatan dan perpecahan. Sebagai gantinya, semoga Alloh Subhanahuwata’ala, membimbing kita kepada jalan Sunnah dan menjadikan hati kita semua bersatu padu di atas Sunnah tersebut. Amin….

Sumber : Materi Majalah INTISARI HASMI Vol. 0004 Rubrik Pergulatan Firoq Sepanjang Zaman

 

Check Also

SUFAHA’ ITU ADALAH MUNAFIQUN (Oleh : Ali Taman, M.Pd.I.)

SUFAHA’ ITU ADALAH MUNAFIQUN Oleh : Ali Taman, M.Pd.I.  

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

slot