ROSULULLOH SHOLLALLOHU ‘ALAIHI WASALLAM MENERIMA WAHYU
Oleh : Yusuf Supriadi, S.Pd.I.
Berdasarkan pengamatan ulama, peristiwa penerimaan wahyu oleh Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam terjadi pada hari Senin, tanggal 21 bulan Ramadhan dan bertepatan dengan tanggal 10 Agustus tahun 610 M. Tepatnya usia Beliau Shollallohu ‘alaihi wasallam saat itu adalah 40 tahun 6 bulan 12 hari menurut penanggalan qamariyyah (hijriyyah). (Siroh Nabawiyah, Sofiyurrohman al-Mubarakfury, hal. 82)
Peristiwa turunnya wahyu ini sangat jelas terekam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari salah seorang istri Nabi yakni ‘Aisyah Rodhiyallohu ‘anha. Mari kita dengar sendiri ‘Aisyah ash-Shiddiqah Rodhiyallohu ‘anha menuturkan kisahnya kepada kita mengenai peristiwa yang merupakan titik permulaankenabiantersebutdan yang mulai membuka tabir-tabir gelapnyakekufurandankesesatan sehingga dapat mengubah alur kehidupan dan meluruskan garis sejarah; ‘Aisyah Rodhiyallohu ‘anha berkata: “Wahyu yang pertama dialami oleh Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam adalah berupa ar- ru’ya ash-shahihah (mimpi yang benar) dalam tidur dan ar-ru’ya itu hanya berbentuk fajar subuh yang menyingsing, kemudian Beliau lebih menyenangi penyendirian dan melakukannya di gua Hira’, dalam melakukan hal itu, Beliau mengambil bekal untuk beribadah di dalamnya beberapa malam, kemudian setelah beberapa malam Beliau kembali ke Khadijah mengambil perbekalan yang sama hingga datang kebenaran kepadanya; yaitu saat Beliau berada di gua Hira’ tersebut, seorang malaikat datang menghampiri sembari berkata: “bacalah!”, lalu aku menjawab “aku tidak bisa membaca!”. beliau Shollallohu ‘alaihi wasallam bertutur lagi: “kemudian dia memegang dan merengkuhku hingga aku kehabisan tenaga, lalu setelah itu ia melepaskanku sembari berkata: “bacalah!”. Aku tetap menjawab: “aku tidak bisa membaca!”. Lalu dia untuk kedua kalinya, memegang dan merengkuhku hingga aku kehabisan tenaga kemudian melepaskanku seraya berkata lagi: “bacalah!”. Lalu aku tetap menjawab: “aku tidak bisa membaca!”. Kemudian dia melakukan hal yang sama untuk ketiga kalinya, sembari berkata: “Bacalah dengan (menyebut) nama Robbmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Robbmu lah Yang Paling Pemurah…” dan seterusnya.
Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam pulang dengan merekam bacaan tersebut dalam kondisi hati yang bergetar, dan menemui Khadijah binti Khuwailid sembari berucap: “selimuti aku..! selimuti aku..!”. Beliau pun diselimuti hingga rasa ketakutannya hilang.
Beliau bertanya kepada Khadijah: “apa yang terjadi terhadapku ini?”. Lantas Beliau menceritakan pengalamannya, dan berkata: “aku amat khawatir terhadap diriku!”. Khadijah berkata: “sekali-kali tidak akan! Demi Alloh! Dia Ta’ala tidak akan menghinakanmu selamanya! Sungguh engkau adalah penyambung tali rahim, pemikul beban orang lain yang mendapatkan kesusahan, pemberi orang yang papa, penjamu tamu serta penolong setiap upaya menegakkan kebenaran”. Kemudian Khadijah berangkat bersama Beliau untuk menemui Waroqoh bin Naufal bin Asad bin ‘Abdul ‘Uzza, anak paman Khadijah (sepupunya). Waroqoh bin Naufal adalah seorang yang menganut agama Nashrani pada masa Jahiliyyah, dia bisa menulis dengan tulisan ‘Ibrani dan sempat menulis dari injil beberapa tulisan yang mampu ia tulis –sebanyak apa yang dikehendaki oleh Alloh- dengan tulisan ‘Ibrani. Dia juga, seorang yang sudah tua renta dan buta; ketika itu Khadijah berkata kepadanya: “wahai anak pamanku! Dengarkanlah (cerita)
dari anak saudaramu!”. Waroqoh berkata: “wahai keponakanku! Apa yang engkau lihat?”. Lalu Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam membeberkan pengalaman yang sudah dilihatnya. Waroqoh berkata kepadanya: “sesungguhnya inilah sebagaimana ajaran yang diturunkan kepada Nabi Musa! Andai saja aku masih bugar dan muda ketika itu nanti!Andai saja aku masih hidup ketika engkau diusir oleh kaummu!”. Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya: “benarkah mereka akan mengusirku?”. Dia menjawab: “ya! Tidak seorang pun yang membawa seperti apa yang engkau bawa melainkan akan dimusuhi, dan jika aku masih hidup pada saat itu niscaya aku akan membantumu dengan sekuat tenaga”. Kemudian tak lama setelah itu Waroqoh meninggal dunia dan wahyu pun terhenti.
Dari sinilah beliau Shollallohu ‘alaihi wasallam mulai menyadari bahwa dirinya telah diberi amanah besar untuk menjadi seorang Rosul, dan tugas-tugas berat telah menanti di hadapan Beliau Shollallohu ‘alaihi wasallam, dan inilah titik awal kebangkitan manusia dari keterpurukan ruhani yang sangat dalam.
TERHENTINYA WAHYU
Setelah Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam menerima wahyu pertamanya berupa surat al-‘Alaq, maka wahyu pun terhenti untuk beberapa waktu, kondisi ini membuat Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam gelisah dan khawatir jika Alloh Subhanahu wata’ala murka kepadanya. Terjadi perse- lisihan tentang berapa lama wahyu tersebut terhenti. Pendapat yang paling kuat adalah apa yang diriwayatkan oleh Baihaqi, bahwa masa terhentinya wahyu tersebut selama 6 bulan (Fathul Baari, 1/21). Setelah sekian lama terhentinya wahyu, Jibril datang untuk kedua kalinya, dan mengenai peristiwa ini Imam Bukhari meriwayatkan hadits dari Jabir bin Abdillah Rodhiyallohu’anhu, ia berkata: Aku mendengar Rosululloh berbicara tentang terhentinya wahyu. Beliau berkata padaku: “Disaat aku (Rosululloh) sedang berjalan, tiba-tiba aku mendengar suara dari langit. Ketika kepala kuangkat, ternyata ada Malaikat yang datang kepadaku di gua Hira’, kulihat ia sedang duduk di kursi antara langit dan bumi. Aku segera pulang menemui istriku dan kukatakan padanya, “selimutilah aku..!! selimutilah aku..!!” Sehubungan dengan itu, turunlahfirmanAlloh:“Haiorang yang berselimut, bangunlah dan beri peringatan. Agungkanlah Robb-mu, sucikanlah pakaianmu, dan jauhilah perbuatan dosa…” (Qs. al-Muddatstsir). Sejak itu wahyu mulai diturunkan secara kontinyu.
Dari kisah ini, maka kita dapat mengambil faidah, bahwa sebelum menyampaikan dakwahnya, seorang da’i dituntut untuk memiliki ilmu, sebagaimana wahyu yang pertama kali Alloh Subhanahu wata’ala turunkan kepada Rosul- Nya adalah perintah membaca, barulah Beliau diperintahkan untuk memberi peringatan. Dan kisah ini juga menunjukan bahwa Al-Qur’an benar-benar berasal dari Alloh. Selain itu, kisah ini pun menunjukan betapa beratnya mengemban amanah dakwah untuk mengembalikan umat ke jalan sirotulmustaqim, bahkan seorang Rosulululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam pun harus bersiap-siap untuk dimusuhi olehkaumnya,sebagaimanayang diprediksikan oleh Waroqoh bin Naufal dalam kisah ini.
Sumber : Materi Majalah INTISARI HASMI Vol. 0005 Rubrik Siroh