Saudaraku, semoga anda dirahmati oleh Alloh [swt]. Sesungguhya agama Islam merupakan agama yang sempurna dan menyeluruh. Islampun mengatur masalah utang piutang. Dalam agama Islam, siapa saja yang memberi pinjaman kepada orang yang membutuhkan, sungguh ia akan mendapatkan pahala dan balasan yang melimpah.
Rosululloh [saw] bersabda;
“Barangsiapa yang menghilangkan suatu kesusahan dari seorang muslim dari kesusahan-kesusahan dunia, niscaya Alloh akan menghilangkan darinya kesusahan dari kesusahan kesusahan akhirat. Dan barang siapa yang memberikan kemudahan orang yang kesulitan, niscaya Alloh akan memudahkannya di dunia dan akhirat. Dan Alloh akan menolong hamba-Nya selagi hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR. Muslim, at-Tirmidzi dan Abu Dawud)
Dari Ibnu Mas’ud [ranhum] bahwa Nabi Muhammad [saw] bersabda;
“Tidaklah seorang Muslim memberi pinjaman kepada Muslim yang lain dua kali kecuali, ia seperti menyedehkakannya sekali.” (HR. Ibnu Majah)
Asas dalam hutang piutang dalam ajaran Islam adalah tolong menolong dan berbuat baik. Inilah keagungan dan kemulian Islam yang tak ada tandingannya dengan agama apapun. Jika anda memberikan utang kepada orang lain berupa sejumlah harta atau uang, maka ingatlah asas ini. Jadi, akad utang piutang bukanlah akad provit seperti halnya jual beli.
Ibnu Qudamah [rahimahu] mengatakan, “Karena yang namanya utang piutang adalah bentuk tolong menolong dan berbuat baik. Jika dipersyaratkan adanya tambahan ketika pengembalian utang, maka itu sudah keluar dari tujuan utama mengutangi (yaitu untuk tolong menolong).” (Lihat Al Mughni, 9/104).
Jika ada orang yang menghutangi orang lain sementara ia mempersyaratkan laba atau keuntungan atau bagi hasil atau bunga berarti telah terjatuh kepada riba. Para ulama telah memberikan sebuah kaedah yang mesti kita perhatikan berkenaan dengan hutang piutang. Kaedah yang dimaksud adalah:
“Setiap piutang yang mendatangkan kemanfaatan (keuntungan), maka itu adalah riba.” (Lihat Subulus Salam, 4/97)
Ibnul Mundzir mengatakan,
“Para ulama sepakat bahwa jika orang yang memberikan utang mensyaratkan kepada orang yang berutang agar memberikan tambahan, hadiah, lalu dia pun memenuhi persyaratan tadi, maka pengambilan tambahan tersebut adalah riba.”
Dari kaidah ini, maka siapa saja yang berutang sejumlah Rp.1000.000,- atau berapapun, lalu orang yang menghutangi mensyaratkan pengembalian lebih atau keduanya sepakat untuk mengembalikan lebih atau tahu sama tahu adanya pengembalian lebih atau saling pengertian adanya pengembalian lebih, maka kelebihannya termasuk riba, meskipun hanya Rp.1,-. Ingat! Pengembalian lebih dari nominal yang dihutangkan itu termasuk riba apapun penamaannya, seperti bunga, untung, hadiah, balas jasa, insentif, bagi hasil, infak untuk sosial, dan lain-lain.
Keduanya, baik penghutang atau penerima hutang sama-sama berdosa. Apa yang mereka lakukan sepertihalnya menzinahi ibunya. Rosululloh bersabda;“Riba itu memiliki tujuh puluhan pintu, yang paling ringan adalah seperti seseorang yang menyetubuhi ibunya.” (HR. Hakim). Dosa merekapun lebih besar dari pada tiga puluh enam kali berzina. Rosululloh bersabda, “Satu dirham dari riba yang dimakan oleh seseorang dan ia tahu itu (riba), maka lebih besar di sisi Alloh daripada berzina tiga puluh enam kali.” (HR. Ahmad)
Mereka mendapat ancaman berupa siksa yang sangat pedih dan dahsyat, jika meninggal dalam keadaan belum bertaubat. Tentunya bagi orang yang berhutang mendapatkan dua kerugian; kerugian di dunia dengan beban pembayaran dan kelak kerugian di akhirat dengan siksa memedihkan. Salah satu siksa yang akan menimpa mereka adalah berenang di sungai darah.
Rosululloh [saw] bersabda:
“Bahwasanya beliau didatangi oleh dua malaikat lalu mereka berkata, ‘Marilah ikut bersama kami,’ hingga akhirnya dua malaikat itu membawa beliau ke sebuah sungai darah, di dalam sungai tersebut ada seorang yang sedang berenang. Sementara itu di pinggir sungai ada orang lain yang menghadap ke bebatuan dan ia memandang ke arah orang yang berenang di tengah sungai. Jika orang yang di tengah sungai itu ingin keluar darinya maka laki-laki yang di pinggir sungai melempari mulutnya dengan batu, sehingga ia kembali lagi ke tempatnya semula. Lalu Nabi berkata: “Aku bertanya kepada dua malaikat tentang orang yang berada di sungai itu, maka mereka menjawab, ‘Adapun orang yang engkau datangi tadi yang berenang di sungai lalu mulutnya disumpal batu dia adalah pemakan riba”.” (HR. Bukhori)
Hadits ini memberikan gambaran yang jelas sekali bagaimana kerasnya adzab di alam barzakh bagi orang yang memakan harta riba (diantaranya pemberi dan penerima utang berbunga). Dia akan dilemparkan ke dalam sungai darah. Setiap kali berupaya keluar darinya, akan dikembalikan lagi ke dalamnya.
Semua tentu akan merasa jijik jika melihat darah melimpah ruah dan berceceran. Bagaimanakah halnya dengan sungai darah? Maukah saudara berenang di dalamnya sebagaimana para pelaku riba?
Walhasil, kita sebagai seorang Muslim harus menjauhi aktivitas utang berbunga dengan siapapun juga, baik dengan individu ataupun lembaga keuangan. Semoga Alloh [swt] senantiasa menjaga kita semua dari segala aktivitas yang berbau riba, Allohu Musta’an.
(Red-HASMI/grms/Ustadz Arifin S.H.I)