Mudah-mudahan, melalui lembaran-lembaran berikut kita bisa mengambil faidah bagaimana membangun diri menjadi teladan yang baik. Sebagaimana akan kita jumpai pada edisi kali ini, Ummul Mukminin Zainab binti Jahsy [ranha]. Begitu banyak keutamaan-keutamaan beliau, keshalihan dan kebaikan-kebaikannya.
Zainab binti Jahsy [ranha] dibesarkan di lingkungan kota Makkah. Ia termasuk golongan wanita mulia dan terpandang di Makkah dan sekitarnya. Selain karena nasab, Zainab memiliki paras yang cantik jelita. Sepupunya adalah manusia paling agung sepanjang zaman, Muhammad [saw]. Keduanya berasal dari satu kakek, Abdul Muthalib, tokoh terbesar suku Quraisy. Nabi [saw] dari garis ayah, Abdullah bin Abdul Muthalib, Zainab [ranha] dari garis ibunya, Umaimah binti Abdul Muthalib. Saudara kandung Zainab adalah lelaki pertama yang dijuluki Amirul Mukminin dan orang pertama yang diangkat sebagai pemimpin pasukan Islam oleh Rosululloh [saw], Abdullah bin Jahsy [ranhu].
Ketika iman menyentuh lubuk hati Zainab [ranha], ia semakin giat meneguk sejuknya air keimanan dari sumbernya yang jernih, al-Qur’an dan as-Sunnah, dengan segenap kemampuannya. Setelah orang-orang kafir Quraisy menyadari penyebaran Islam yang semakin cepat, upaya penyiksaan terhadap para sahabat Nabi [saw] semakin kuat, Zainab dan kaum muslimah lainnya pun tak luput dari siksaan yang berat. Namun, mereka tegar dan sabar penuh pengorbanan menghadapinya demi istiqomah di jalan Islam.
Tatkala Rosululloh [saw] mengizinkan untuk hijrah, Zainab [ranha] tinggal dengan suka cita di tengah saudara-saudaranya sesama muslimah dari kalangan Anshar. Tentu kita ingat kaum Anshar yang Alloh memuji sifat-sifat mereka dalam banyak ayat-Nya. Zainab [ranha] menempatkan dirinya pada posisi yang sangat terhormat di antara kaum muslimah lainya, karena dirinya menjadi tempat bernaung orang-orang miskin dan kaum papa. Ia tidak segan-segan menshadaqahkan harta dan ke-kayaannya untuk menutupi kebutuhan mereka. Zainab [ranha] yakin bahwa setiap mukmin harus menanam kebaikan di dunia jika ingin menuai kenikmatan abadi di akhirat kelak.
Selain itu, Zainab [ranha] sangat rajin berpuasa dan shalat malam dalam rangka mendekatkan diri kepada Alloh [swt], bermunajat, menangis di hadapan-Nya. Zainab [ranha] sangat berbaik hati kepada setiap manusia, seakan-akan Alloh [swt] telah mempersiapkan dirinya untuk menyandang kehormatan sebagai Ummul Mukminin. Ummul Mukminin?? Ya. Menjadi istri Rosululloh [saw]. Bahkan pernikahan antara Zainab dan Rosululloh [saw] adalah Alloh [swt] yang langsung mengaturnya dari atas langit ketujuh, subhanalloh. Suatu kemuliaan yang agung Alloh anugrahkan kepada hamba-Nya yang dikehendaki-Nya. Rencana besar penuh hikmah, tatkala Alloh [swt] hendak menurunkan syari’at-Nya kepada nabi-Nya untuk menghapus kebiasaan jahiliyah, tradisi tabanni, menjadikan seseorang sebagai anak angkat setara dengan anak kandung. Serta menghapus kebiasaan masyarakat Arab yakni mengharamkan seseorang menikah dengan bekas istri anak angkatnya, jika telah dipergauli. Ini sebagaimana yang diriwayatkan al-Aufi berdasarkan penafsiran Ibnu Abbas dan yang menjadi sebab turunnya surat al-Ahzab ayat 37. (tafsir Ibnu Katsir)
Sejak masuk dalam lingkungan keluarga Nabi , Zainab meraih maqom kedekatan dan kemuliaan yang agung di sisi Nabi . Alloh [swt] menganugrahinya sifat-sifat terpuji dan perangai-perangai yang baik sehingga menjadi sosok wanita yang sangat istimewa. Zainab [ranha] menggali sekian banyak akhlak Nabi [saw] dan mengikuti beliau dalam setiap kebaikan, terutama dalam sikap zuhud dari kesenangan-kesenangan materi, karena yakin bahwa kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika Zainab [ranha] tampil dengan pribadi yang dermawan dan pemurah.
Rosululloh [saw] pernah memuji Zainab [ranha] di hadapan para istrinya bahwa ia adalah yang paling ‘panjang tangannya’ di antara mereka dalam memberi kebaikan kepada orang lain. Zainab [ranha] lebih kuat menjaga hubungan kekeluargaan, lebih banyak bershadaqah, lebih kuat pengorbanan dirinya atas shadaqah dan usahanya mendekatkan diri kepada Alloh . Ummul Mukiminin Ummu Salamah mengakui keistimewaan ‘madunya’ ini, bahwa Rosululloh sangat menyukai sifat-sifat mulia Zainab tersebut, beliau kagum dengan ketekunannya menunaikan shalat malam dan kekuatannya yang selalu berinteraksi dengan Alloh [swt].
Ummul Mukminin Aisyah [ranha] pun pernah berkata, “Dia adalah satu-satunya istri Nabi yang kedudukannya di hati Rosululloh [saw] hampir setara dengan kedudukanku. Aku belum pernah menemukan wanita yang lebih baik keagamaannya dari Zainab. Hanya satu kekurangannya, ia cepat terbawa emosi tapi juga cepat meredamnya.” (HR. Muslim)
Sebagai penutup, kita ingat lagi sabda Rosululloh [saw], “Orang yang paling cepat menyusulku (meninggal dunia) di antara kalian (istri-istri Nabi [saw]) adalah yang paling ‘panjang tangannya’.” (HR. Muslim) Setelah Nabi [saw] wafat, ketika itu para istri Nabi belum mengerti sabda beliau ini, merekapun saling menjulurkan tangan masing-masing tatkala berkumpul untuk mengukur siapa yang tangannya lebih panjang, hingga Zainab wafat. Tangannya memang tidak lebih panjang dari tangan istri-istri Nabi yang lain, ia memiliki postur tubuh yang pendek. Tapi akhirnya para istri Nabi baru memahami maksud ‘panjang tangan’ adalah yang paling banyak bershadaqah, ialah Zainab binti Jahsy [ranha].
Ummul Mukminin Zainab binti Jahsy [ranha] bukanlah seorang yang kaya raya atau memiliki harta yang banyak. Sebaliknya, di Madinah ia adalah seorang pekerja keras menyamak kulit lalu menjahitnya menjadi alat-alat tertentu dan menjualnya di pasar. Dari hasil usahanya itulah dia bershadaqah di jalan Alloh dengan penuh keikhlasan. Ketika Zainab meninggal dunia, ia tidak meninggalkan warisan sedikit pun, meski hanya uang satu dirham atau satu dinar, ia sudah men-shadaqahkan semua harta yang dimilikinya di jalan Alloh , Allohu Akbar. Zainab adalah tempat berlindung bagi orang-orang miskin. (Thabaqaat Ibnu Sa’ad hal.109)
Wallohu a’lam
(Buku rujukan: 35 Siroh Shohabiyah, Mahmud al-Mishri)
(Red-HASMI)